09 Februari 2009

Seklumit Biografi Saya

Dra. Hj. SAFIRA MACHRUSAH, MA(Asian Studies) Hon.

Saya dilahirkan di Yogyakarta. Orangtua saya almarhum Prof. Dr. K.H. Mohammad Tolchah, S.H. bin K.H. Mansoer, atau lebih dikenal dengan Kyai Tolchah Mansoer. Dan ibu, Dra. Hj. Umroh Machfudzoh binti K.H.M. Wahib Wahab. Kedua orangtua saya penggiat organisasi di lingkungan Nahdlatul Ulama dan terjun dalam kancah politik nasional.

Lahir dan dibesarkan dalam kondisi seperti itu maka naluri untuk berkiprah di organisasi Nahdlatul Ulama serta kemudian berpartisipasi dalam politik sudah terbentuk dalam diri saya sejak kecil. Masih di bangku sekolah saya aktif di IPPNU DIY. Semasa kuliah saya masuk Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Saya sempat menjabat wakil sekretaris KOPRI PMII komisariat IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta pada tahun 1990-1991.

Saya juga tetap aktif di IPPNU Yogyakarta. Antara tahun 1988-1990 saya terpilih menjadi Ketua PW IPPNU DIY. Sejak menjadi Ketua PW IPPNU itulah saya mulai pula menjadi pengurus Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Yogyakarta (1990-1993) yang saat itu dipimpin oleh GBPH Joyokusumo. Selanjutnya saya mulai ikut berkiprah di Pengurus Pusat IPPNU di Jakarta. Kebetulan saat itu ibu terpilih menjadi anggota legislatif di Jakarta. Setelah pada kepengurusan sebelumnya saya menjabat Ketua I, maka pada tahun 1996 dalam Kongres XI IPPNU di Garut, Jawa Barat, saya terpilih menjadi Ketua Umum PP IPPNU. Jabatan ini saya emban sampai tahun 2000.

Dalam kepengurusan KNPI, dari Yogyakarta pun akhirnya masuk di kepengurusan pusat. Saya menjadi anggota Dewan Pengurus DPP KNPI antara tahun 1993-1996 mewakili IPPNU. Pada kepengurusan periode 1996-1999, saya duduk sebagai sekretaris Majelis Pemuda Indonesia, sebuah organ penasehat tertinggi dalam struktur KNPI.

Pada zaman Orde Baru di bawah Suharto, memang KNPI banyak disebut-sebut sebagai organisasi yang sudah terkooptasi oleh kekuasaan. Namun, perjuangan saya untuk membela sistem yang lebih adil, demokratis, dan memperjuangkan hak-hak perempuan tidak pernah luntur. Bersama tujuh organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP) terkemuka saat itu, saya mewakili IPPNU memelopori terbentuknya Forum Kebangsaan Pemuda Indonesia (FKPI) pada Februari 1997. Forum ini memprihatinkan kecenderungan memudarnya semangat kebangsaan yang ditandai berbagai kerusuhan bernuansa SARA di Indonesia saat itu, misalnya kerusuhan etnis di Sanggauledo Kalimantan Barat akhir 1996 awal 1997 dan juga Situbondo tahun 1997. Beberapa statemen yang dikeluarkan bersama-sama melalui forum tersebut bahkan banyak disebut-sebut sebagai menggembosi peran KNPI. Puncaknya, adalah saat FKPI mengkritik tajam secara kontinyu terhadap kepemimpinan nasional dan penyelewengan kenegaraan pada senja kala kekuasaan Orde Baru. Salah satu statemen FKPI yang sangat mendasar saat itu adalah agar Pak Harto mau legowo tidak tampil kembali sebagai pimpinan nasional pada pemilihan presiden 1998. Meski ajakan tersebut tidak mempan, namun ia merupakan salah satu embrio terjadinya reformasi dan mundurnya Pak Harto di tahun 1998.

Meski ikut sibuk bersama kolega lain di KNPI dan FKPI namun saya juga tidak melupakan organisasi yang telah menghantarkan saya sebagai Ketua Umum. Saya sendiri adalah alumni Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga, sehingga perhatian saya terhadap pengkaderan pelajar dan pemuda cukup besar. Agenda IPPNU cukup banyak yang melibatkan kegiatan-kegiatan khas pelajar seperti porseni, lomba karya tulis, dan lomba mengarang. IPPNU juga menyelenggarakan seminar-seminar di antaranya tentang pentingnya mengetahui bahaya AIDS untuk kalangan pelajar.

Saat menjadi Ketua Umum itulah hampir seluruh wilayah IPPNU dapat saya kunjungi. Hal itu untuk memastikan bahwa pembinaan yang digariskan Pimpinan Pusat dapat dipahami dan dijalankan dengan baik oleh kader-kader di daerah. Kiprah dalam kegiatan internasional juga tidak kalah penting. IPPNU beberapa kali mengirimkan wakilnya dalam muhibah dan konperensi internasional di Jepang, Taiwan, dan Nepal.

Tahun 1999, menjelang pemilu bebas pertama setelah Orde Baru, IPPNU ikut secara aktif ikut memberikan penyuluhan, terutama di desa-desa, tentang pentingnya pemilu. Program "voter education" yang dikerjakan bersama-sama dengan Muslimat NU dan Fatayat NU itu didukung oleh UNDP.

Tahun 1997 saya menikah dengan H.M. Taufiq Prabowo, Lc., DEA. Dia merupakan putra dari kakak kandung Nyai Sa'adah Muslih, isteri dari almarhum K.H. Muslih Abdurrahman seorang kyai terkenal dari Mranggen Demak Jawa Tengah. Setelah pulang dari studinya di Paris Perancis, suami saya mengabdi di Pondok Pesantren Futuhiyyah Mranggen tempatnya dia dulu mondok. Saat masih membantu mengurusi pesantren itulah saya menikah dengannya. Sehingga setelah menikah pada tahun 1997, saya langsung diboyong ke Mranggen. Namun komitmen saya untuk tetap berkiprah di organisasi tidak meyurutkan saya. Alhamdulillah, suami saya sangat mendukung. Sejak tahun 1997, saya terpaksa harus bolak-balik Jakarta-Demak untuk mengurus organisasi dan memperjuangkan demokratisasi. Bahkan sejak tahun 1998, saya harus bolak-balik lebih jauh lagi, Jakarta-Malang karena suami saya berpindah tugas, diterima menjadi dosen di Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang (dulu IKIP Malang).

Beban perjuangan itu bertambah karena ketika terjadi reformasi dan rencana diselenggarakannya Pemilu 1999, saya ikut bergabung dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Partai ini berdiri pada pertengahan 1998 dan saya ikut dalam kepengurusan DPP PKB periode 1998-2000 di departemen urusan Luar Negeri. Sejak Pemilu tahun 1999 itu, dengan izin dan restu suami, saya mulai ikut kampanye dan mencalonkan diri untuk anggota legislatif DPR-RI. Saya tercatat sebagai calon anggota DPR RI dari Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah dan menjadi juru kampanye di daerah ini pada Pemilu 1999. Namun PKB hanya memperoleh satu kursi sedang saya nomer dua, sehingga calon nomer satu yakni K.H. Abdul Wahid Karim yang terpilih.

Selepas Pemilu 1999, saya tetap meneruskan kepemimpinan saya di IPPNU. Sedianya kepengurusan diemban hingga tahun 2001, namun berdasarkan konbes 1998 diperpendek hanya sampai tahun 2000. Tahun 2000, dalam Kongres IPPNU di Makassar saya lepaskan jabatan Ketua Umum karena saya ingin lebih banyak memiliki waktu bersama suami.

Selama saya berkecimpung di organisasi itu, saya juga sempat memperoleh kesempatan untuk mengikuti training di luar negeri. Saya pernah ikut "Training on Women Generating Income" di Kathmandu, Nepal, tahun 1996. Tahun 2000, saya memperoleh kesempatan lain untuk ikut "Indonesia Australia Short Training Program (IASTP)" dalam hal "Youth Reproductive Health" di Sydney dan Melbourne, Australia. Pengalaman mengikuti training di luar negeri ini akhirnya mendorong saya untuk menambah ilmu dan wawasan di luar negeri.

Alhamdulillah, tahun 2001 saya memperoleh beasiswa Australian Development Scholarship (ADS) untuk studi S2 di Australia. Suami saya kebetulan di tahun yang sama juga mendapatkan kesempatan untuk studi s3 di Australia. Sehingga pada tahun 2002, saya bisa bergabung dengan suami, yang berangkat enam bulan lebih dahulu, ke Canberra, Australia. Di Australia, saya merasa bahwa wawasan ilmiah, gender, politik, kebangsaan dan internasional saya semakin luas. Mungkin karena saya tinggal di luar negeri dan melanjutkan studi, sehingga saya bisa melihat negeriku tercinta, Indonesia, dengan lebih jernih.

Minat saya dalam hal memperjuangkan hak-hak perempuan membuat saya menulis tentang relasi gender, terutama di kalangan nahdliyin -yang merupakan basis awal saya. Dalam tesis saya, saya melihat bahwa relasi itu masih timpang, berat ke arah laki-laki. Hal itu disebabkan di antaranya oleh masalah pemahaman terhadap teks-teks agama dan lebih lagi oleh sejarah politik nasional. Oleh karena itu, upaya-upaya pemberdayaan kaum perempuan perlu di antaranya selalu melibatkan kaum agamawan dengan mengupayakan penafsiran kontekstual terhadap teks-teks religius. Lebih penting lagi adalah melalui perjuangan politis. Tanpa adanya perempuan-perempuan yang selalu menyuarakan kepentingan mereka di wilayah politik maka kesempatan untuk memperoleh keadilan bagi perempuan akan surut.

Masih dalam periode studi dan mempersiapkan tesis, di awal tahun 2004, kembali saya ikut bergabung untuk memperjuangkan hak politik perempuan dengan mencalonkan kembali. Mulai Pemilu tahun 2004 memang ada aturan kuota 30 persen untuk perempuan, namun kuota itu masih bersifat anjuran saja. Partai Kebangkitan Bangsa termasuk yang bisa memenuhi kuota pada tingkat nasional. Tercatat jumlah calon legislatif perempuan dari PKB mencapai 37,6 persen kedua terbaik secara nasional. Dalam Pemilu 2004 itu saya dicalonkan oleh PKB untuk daerah pemilihan Jawa Tengah 1 dengan nomor urut 3. Namun sayang, PKB hanya memperoleh satu kursi saja dari daerah pemilihan tersebut.

Setelah pemilu saya kembali studi di Australia. Akan tetapi pada bulan Juni tahun 2004 turun Surat Keputusan bahwa anggota legislatif dari tempat saya mencalonkan diri pada Pemilu tahun 1999 telah diberhentikan. Memang sejak bulan April, PKB sudah meminta agar anggota tersebut diberhentikan karena membelot dan pindah ke partai lain. Sebagai gantinya saya diangkat sebagai anggota legislatif Pengganti Antar Waktu (PAW) Anggota DPR-RI karena saya dalam Pemilu tahun 1999 berada diurutan kedua dari daerah itu (Grobogan).

Pulanglah saya ke Indonesia untuk melaksanakan tugas legislatif tersebut meski masih tetap berstatus sebagai mahasiswa. Beruntung pihak Universitas dan pemberi beasiswa mengijinkan. Memang tugas legislatif itu akan saya emban hanya beberapa bulan saja, karena pada bulan Oktober anggota legislatif yang baru hasil pemilu tahun 2004 akan dilantik.

Meski hanya beberapa bulan saja menjadi anggota legislatif, namun saya bersyukur bahwa saya telah ikut memberikan kontribusi yang cukup penting dalam pembuatan beberapa undang-undang. Tercatat saya ikut aktif dalam pembahasan dan memperjuangkan aspirasi masyarakat dalam UU tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) (lihat catatan saya tentang dukungan masyarakat dan artis/LSM), UU tentang Buruh Migran dan UU tentang Kesehatan (lihat posting saya yang lain).

Sekarang saya ikut berkiprah di Muslimat Nahdlatul Ulama. Saya menjadi salah satu pengurus pusatnya di departemen Penelitian dan Pengembangan (Litbang) untuk periode 2006-2011. Saya turut mengembangkan di antaranya upaya-upaya pentingnya pemahaman multikulturalisme bagi para muslimat terutama di Indonesia yang memang multi etnik.

Sebagai kader Partai Kebangkitan Bangsa yang berjuang sejak awal, saya tetap loyal untuk memperjuangkan ide-idenya dan juga memperjuangkan hak-hak politik perempuan. Meski untuk itu harus diterpa badai dan goncangan. Saya berkeputusan untuk ikut mencalonkan kembali pada Pemilu tahun 2009. Saya kembali menjadi calon legislatif untuk DPR RI dari Jawa Tengah dan kali ini untuk daerah pemilihan 2. Saya mengharap dukungan anda semua.

Saya yakin bahwa menjadi anggota legislatif adalah amanat, untuk memperjuangkan kepentingan rakyat.

10 komentar:

mencoba mengatakan...

Bu hj. selamat berjuang, semoga suami ibu selalu merestui, dan jangan lantas jadi lupa diri seandainaya panjenengan nantinya terpilih sebagai anggota legeslatif, karena mesti banyak hal yang harus dipertimbangkan, antara keluarga dan bangsa. Semoga sukses dan di ridhoi Allah SWT perjuangan ibu Hj. Amiin.

orang Mranggen

Charies Aja mengatakan...

Selamet dateng mbak rosa .. semoga bisa selalu membela amanat rakyat ?

selamet datang di dapil II .. ntar saingan sama Kang Nusron Wahid dari Golkar ...

Ayo Kader2 NU Berlomba-lombalah dalam kebaikan untuk rakyat semua ..

Charies Jepara [koncone Ochie/soheh di Kairo]

fathonah mengatakan...

Selamat berjuang Ning,
Dengan seabrek pengalaman organisasi, semoga semakin menambah kuat dan PeDe anda dalam stiap langkah. Maju tak gentar membela yang benar. Saya hanya bisa mendoakan dari jauh, semoga sukses...salam dari Malaysia.

Jangan lupa untuk PKB luar negeri pilih wakil PKB no urut. 5 HM. Ridlwan Hambali, lc,.MA

Fathonah

Safira Machrusah mengatakan...

Untuk orang Mranggen, terimakasih atas do'anya. Insya Allah, saya tidak akan pernah lupa diri, karena diatas gunung masih ada langit, di atas langit, Allah lah pemilik segala-Nya, kepada Nya saya akan senantiasa berpasrah diri.
Buat Charies....masih di Kairo kah? saya tahu bahwa saingan saya di dapil II ini adalah teman2 seperjuangan IPNU dan IPPNU dulu, Nusron dan gus Badawi di PKNU, mbak Nur Rif'ah dan mas Ali Zawawi di PPP, bahkan dulu Nusron bersama putra alm KH Cholil Bisri(yang kebetulan menjadi wakil bupati Rembang skr), kami kadang pergi ke makam seorang Habib di Jakarta Utara. Bagi saya, sungguh sekarang saya bersyukur, karena NU diterima dimana- mana dan ada di mana-mana.

Salam semua

Rosa

Safira Machrusah mengatakan...

Wah Fathonah....teman lama yang nggak pernah muncul lagi ya di milis KMNU....sekarang sudah sampai apa, tinggal nulis, atau sudah selesai studi di negeri jiran? apa jangan2 fathonah ikut2 an dengan gonjang-ganjingnya perpolitikan Malaysia? seneng Badawi atau Anwar Ibrahim sih? benar nggak ya isu sodomi tersebut? Anyway, terimakasih ya support dan semangatnya, saya juga berdoa atas kesuksesanmu.

Salam,


Rosa

fathonah mengatakan...

Ya...di milist KMNU, saya sudah gak seaktif dulu. Hanya, saya ikut gembira bila tahu Ning Rosa nyaleg, tentu saya ikut mendukung. Bahkan saya sampaikan pada kawan2 yang di daerah sana. Ayoooo pilih dan kejar 30% suara.

Master saya sudah selesai ning, alhamdulillah. Ini masih nunggu suami ambil PhD Islamic studies. Dulu Prof. Virginia Hooker (ANU) sebagai pemeriksa luar tesis saya. Beliau juga menyarankan, jika tesis sy diterbitkan supaya merujuk antaranya ke tesis Master Ning Rosa (Muslimat and Nahdlatul Ulama: Negotiating Gender Relations within a Traditional Muslim in Indonesia; 2005) dan PhD tesisnya Sally White (2004)juga lainnya.tapi sebab keadaan dan belum sempat, saya jg sudah gak ada mood karena lagi hamil n sekarang saya masih sibuk dengan baby. Padahal udah dimintain UKM untuk diterbitin. Jadi saya buat apa adanya, tanpa penambahan dari rujukan2 itu. Tesis saya ttg Feminisme Islam di Indonesia: Sejarah, pemikiran dan respons terhadapnya.

Saya gak aktif di politik Malaysia. Masalah sodomi, entah deh, wallahu a'lam. Saya gak berani komen apa-apa,sebab semua masih simpang siur. Bagiku politik tetap politik, sarat dengan kepentingan.

Minta doanya dan mohon dukungannya...barangkali banyak kawan2 di luar negeri khususnya di Aussie yang masih simpatik dg PKB he he...atau gak usah melihat kendaraan politiknya tapi lihat siapa dan untuk siapa perjuanganya. Suami juga di PKB (caleg DPR di dapil DKI II + luar negeri). Tapi no.5. agak jauh memang, tapi bismillah.....

Semoga sukses semua, Amin.

Fathonah

achshol mengatakan...

Hati-2 dengan agenda terselubung dari training-2 yang anda dapatkan diluar negeri, yang biasanya secara perlahan-2 dengan dibungkus bermacam-2 bentuk misalnya training, beasiswa dan lain-2 yang pada ujungnya adalah de-indonesia dan de-islamisasi. Mudah-2an anda bisa lebih berhati-2.

Ghobro mengatakan...

Dengan segudang pengalaman dan lika liku perjuangan seperti itu, sudah pantas bu hj. tampil di senayan

Unknown mengatakan...

Sekarang ibu Safirah Mahchrusah sudah menjabat sebagai Dubes yang berkuasa penuh di Aljazair..selamat dan terus berjuang demi cita-cita yang luhur dan mulia .. kesetaraan gender..bravo

Edrida Pulungan mengatakan...

Sukses selalu kakanda Safirah, kita pernah nlbertemu di DPD RI senayan, Salam hangat dari Jakarta, mohon bimbinganya pada kami dan terus menginspirasi,.semoga bisa jadi pembicara pada event yang kami gagas tentang woman empoweent,art and peace.mohon email kakanda.Terimakasih