07 Oktober 2008

Dukungan Artis dan LSM untuk RUU Penghapusan KDRT

Humaniora
Jumat, 03 September 2004

Dukungan Artis dan LSM untuk Hapuskan KDRT

Jakarta, Kompas - Pembahasan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang alot di tingkat panitia kerja saat ini tidak hanya mengundang keprihatinan para aktivis, tetapi juga Komunitas Artis Peduli Politik dan Sosial. Menurut mereka, perkembangan pembahasan substansi RUU tersebut telah melenceng dari naskah awal yang diusulkan DPR sendiri.

Sementara itu, Kelompok Perempuan yang terdiri dari 60 organisasi pendukung Undang- Undang (UU) Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) mengingatkan poin- poin penting yang harus termuat kepada wakil rakyat di Fraksi Golkar, PDI-P, dan Partai Kebangkitan Bangsa.

Dalam pertemuan dengan tiga fraksi itu di Jakarta, Kamis (2/9), Ketua Umum Komisi Nasional Perempuan Kamala Chandra Kirana yang mewakili Kelompok Perempuan meminta anggota ketiga fraksi mempertahankannya.

Poin-poin itu mencakup kekerasan ekonomi dan kekerasan seksual, kepastian ruang lingkup rumah tangga yang mencakup pekerja rumah tangga dan mantan suami/pasangan, peran penegak hukum, dan pengakuan peran masyarakat yang selama ini telah mencegah, melindungi, dan mendampingi korban KDRT.

Dukung penghapusan KDRT

Para artis mengadakan jumpa pers dengan dipandu presenter televisi Rosiana Silalahi, Kamis (2/9) di Kafe Doel, Jakarta. Mereka membentuk Komunitas Artis Peduli Sosial dan Politik dengan koordinator Nurul Arifin, Kiki Widyasari, Rieke Dyah Pitaloka, dan Wanda Hamidah. Hadir pula aktivis AIDS, Baby Jim Aditya, Angelina Sondakh, Yessy Gusman, Ria Irawan, dan artis yang mengaku korban KDRT, Novia Ardhana.

"Seandainya 16 september nanti RUU itu disahkan dengan banyak poin yang telah terpangkas, kami akan menggelar unjuk rasa untuk menolak UU itu," ujar Nurul Arifin.

Salah satu yang menjadi perhatian utama para artis adalah penghapusan poin mengenai kekerasan seksual dalam rumah tangga berupa pemaksaan hubungan seksual.

Rieke, misalnya, menyayangkan pemahaman dari para anggota dewan di panitia khusus yang masih saja menganggap KDRT hanyalah sekadar perselisihan biasa. "Kekerasan di mana pun tetaplah kekerasan, kejahatan yang sudah masuk ke wilayah pidana," katanya.

Ia juga menyesalkan argumentasi dalam agama digunakan sepihak untuk menjustifikasi superioritas laki-laki atas perempuan. "Bukankah agama mana pun mengajarkan laki-laki untuk bersikap baik kepada perempuan. Bagaimana jika KDRT menimpa ibu, anak perempuan, atau adik perempuan mereka, misalnya," ujar Rieke.

Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta mencatat, sepanjang tahun 2000-2003 ada 2.052 kasus tindak kekerasan dalam keluarga.

"Ini baru di Jakarta saja dan hanya puncak dari gunung es karena sebagian besar korban tidak pernah melapor," kata Angelina.

Kiki Widyasari menegaskan, kelompoknya akan terus mendesak DPR agar meloloskan UU KDRT yang ideal. "Jangan sampai terjadi politik dagang sapi yang mengorbankan kepentingan publik," ujarnya.

Proses panja

Menanggapi permintaan Kelompok Perempuan, Gunawan Slamet (F-PDIP), Aisyah Baidlowi dan Martina (F-Golkar), serta Safira Machrusah (F-PKB) menyanggupi akan memperjuangkan semua usulan masuk ke dalam RUU.

Presiden Megawati Soekarnoputri juga telah menyatakan kesediaannya bertemu kelompok itu Jumat ini.

Hingga Kamis kemarin panja belum menyepakati rumusan kekerasan ekonomi. Satu-satunya kesepakatan yang diterima adalah persetujuan mengenai sistematika penyusunan RUU dan pemampatan dari 16 bab jadi 10 bab, namun jumlah pasal bertambah dari 59 menjadi 61.

Dua pasal tambahan mengatur instansi yang bertanggung jawab pada pelaksanaan UU tersebut. (TRI/SF/WIN)

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0409/03/humaniora/1247255.htm

Tidak ada komentar: