07 Oktober 2008

Masa jeruk makan jeruk: RUU Penghapusan KDRT

Humaniora


Rabu, 01 September 2004


Pembahasan RUU Penghapusan KDRT


"Masa Jeruk Makan Jeruk?"


WAJAH para aktivis dari berbagai LSM yang mengikuti pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dari balkon Komisi VII DPR RI terus berubah-ubah sebal atau senang saat memantau rapat Panitia Khusus (Pansus) Komisi VII yang ada di bawahnya. Namun, kekesalan berbentuk seruan, "huu.. huu..." ternyata lebih sering daripada tepuk tangan mendukung pendapat yang muncul.


Akibatnya, Senin (23/8) sore itu paling tidak tiga kali petugas dari Sekretariat Komisi VII naik ke balkon untuk meminta agar para peninjau untuk tenang. Ketua Pansus Komisi VII DPR Iping Somantri yang memimpin rapat pun sempat mengimbau, "Tolong agar tak perlu menanggapi apa yang terjadi dalam rapat ini secara berlebihan."


Hati panas, agak lega, lalu kembali jengkel, setiap hari mewarnai perasaan para peninjau yang sejak Jumat (20/8) mengikuti rapat Pansus tersebut. Perasaan itu tak terelakkan manakala mendengar ungkapan beberapa wakil rakyat yang acapkali terasa tidak pantas.


Misalnya, Mustopo dari Fraksi TNI/Polri yang keberatan masalah rumah tangganya dicampuri pihak lain, menyatakan akan membunuh orang yang ikut campur. Atau, Arsen Rickson dari Partai Golkar yang menyebut draf RUU versi DPR Pasal 19 mengenai polisi wajib membawa korban KDRT ke rumah sakit sebagai perlakuan berlebihan. "Orang beranak yang tinggal di pelosok desa saja tak diperlakukan seperti itu. Penyediaan transportasi nanti bisa jadi akal-akalan saja, istri ditempeleng dulu...," kata Arsen.


Pernyataan itu masih ditambahi lagi oleh pria anggota Pansus lainnya-yang sayang karena duduknya persis di bawah balkon tak ketahuan namanya. Katanya, "Enak benar yang suka membuat rekayasa. Bunyi-bunyian seperti itu akan membuka peluang. Enak benar yang menangani kasus ini kalau korbannya wanita cantik."


Lebih aneh lagi kalau mendengar keberatan dari perempuan anggota Pansus Komisi VII. Hampir setiap rapat mereka mengingatkan, perlu sangat hati-hati memilih cara penanganan korban KDRT. Menurut mereka, masalah dalam rumah tangga bagaimanapun menjadi urusan pribadi suami-istri yang tak mudah dimasuki pihak lain.


"Tujuan orang berumah tangga adalah membuat keluarga harmonis, tidak untuk bercerai," begitu dilontarkan oleh Nurdiati Ahma dan Yoyoh Yusroh dari Fraksi Reformasi pada berbagai kesempatan dan dengan istilah beragam tapi intinya serupa.


Lapoe Moekoe sempat mengingatkan Nurdiati-yang khawatir kalau tiba-tiba polisi masuk ke rumah mencampuri perselisihan rumah tangga-bahwa laporan ke polisi ada syarat-syaratnya. "Polisi akan menilai layak tidaknya laporan itu ditindaklanjuti, tetapi ada aturan pelaporan oleh korban KDRT ke polisi," jelasnya.


JALANNYA pembahasan pasal satu ke yang lain amat lamban gara-gara sikap beberapa anggota Pansus. Ada anggota yang sejak awal konsisten mendukung pasal yang berpihak kepada korban KDRT. Ada anggota lain yang angin-anginan, kadang membela, kadang tak suka.


Namun, ada juga yang dari awal kurang mendukung dengan alasan orang berkeluarga untuk membentuk keluarga sakinah. Kalau ada perselisihan biarlah diselesaikan antar mereka, keluarga atau kerabat, begitu alasannya. Sayang mereka tak melanjutkan, apa yang harus dilakukan kalau yang terjadi penganiayaan berat dan membuat korban sekarat.


Perbedaan pendapat antar anggota Dewan atas draf RUU Anti KDRT yang mereka usulkan sendiri memang aneh. Ulah mereka sepanjang Pansus justru membuat usulan penting untuk kepentingan korban KDRT dihapuskan. Penghapusan ini sering hanya mengakomodasi pandangan pribadi atau yang lebih menjengkelkan lagi komentar muncul hanya karena mereka belum membaca keseluruhan isi draf yang diusulkan sendiri lewat hak inisiatif DPR!


Sering terjadi anggota Pansus saling berdebat sendiri dan lama, sementara terhadap pemerintah malah tak banyak debat untuk mempertahankan suatu usulan. Di satu pihak misalnya Mariani Akib Baramuli, Lapoe Moekoe (Fraksi Golkar), Aisyah Baidlawi, Surya Chandra Surapaty (F-PDI Perjuangan), dan Safira Machrusah (F-PKB) yang konsisten mempertahankan pasal usulan DPR. Di pihak lain ada anggota-anggota Dewan yang menentang. Pokoknya sesama anggota Pansus saling serang. Tak heran kalau Mariani berkomentar, "Lho kok jeruk makan jeruk". (TRI)


http://www.kompas.com/kompas-cetak/0409/01/humaniora/1243487.htm

Tidak ada komentar: