05 Oktober 2008

Resah: Ketimpangan sosial

...

Saya pribadi (atau mungkin teman2 yang silent majority) sesungguhnya, jujur saja, kurang setuju dengan perhelatan besar ini. Apapun namanya, diskusi, seminar ataulah pertemuan yang sifatnya "sedunia", "regional", dengan bungkus dan tema apapun yang diusung, bagi saya merupakan sesuatu yang saya anggap "sia2". Kerana, pada saat kita di Indonesia, sebagian masyarakatnya "menderita" lahir batin, kita dengan tenangnya mengadakan acara tersebut, yang jelas biar diberi dalil apapun, akan mengeluarkan dana yang cukup besar. Jadi ketidak setujuan lebih murni pada, siapa yang mau menanggung dana ini? "memaksa" institusi pemerintah misalnya, melalui ... koneksi dengan beberapa menteri (..., katanya sudah bertemu dengan Menpora dll), .... Atau katakan misalnya teman2 yang bersekolah atas "biaya pribadi", dengan menggunakan "audi", berarti kita juga membiarkan mereka "memaksa" dana pendidikan yang diberikan oleh orang tuanya yang bekerja di Indonesia, dengan uang Indonesia, ..apakah ini juga merupakan "pembelajaran" yang baik buat teman2 kita yang "kaya" ini?


Perlu juga disadari, di Indonesia, terutama kaum menengah dan kebawah sekarang ini, sebagiannya mengalami distrust terhadap kepada government (hasil LSI April 2007), kepada the so call "elite". Kecurigaan demi kecurigaan terbangun dalam mindset rakyat ini, bahwasanya pengaruh Orde baru masih sangat kuat mencengkeram elite kita. semakin terkuaknya aliran dana KPK, kasus polisi tembak polisi, tentara versus polisi, kasus Meruya, kasus Pasuruan, suicide dsb. Berapa banyak berita di Indonesia yang menyajikan kenekadan orang2 yang sudah tidak sanggup lagi mengatasi kebutuhan ekonominya? Kasus Lapindo yang sangat menyisakan keprihatinan, fisik, psikis, harta benda dan masa depan yang tidak jelas. Just let your soul come inside their deeper hearts.


Belum lagi kita melihat bagaimana perlombaan "kekayaan" yang dipertontonkan oleh para kandidat gubernur- gubernur ataupun para bupati yang memiliki harta milyaran rupiah, padahal mereka "cuma" wakil gubernur, polisi, tentara? bandingkan mereka dengan beberapa calon presiden RI yang bertanding 2004 yang lalu? yang "mungkin" jujur mengakui kekayaan yang mereka miliki? beda banget ya? ...aah. Hal2 yang seperti ini yang menorehkan luka terhadap sebagian masyarakat di Indonesia....bagi mereka alangkah tak adilnya dunia ini kepada mereka? Sudah berpayah2 mereka menjadi tkw misalnya, (memutuskan berjihad demi masa depan keluarga dan terutama anak2 mereka), berusaha tidak melalui jalur liar, masih saja mereka merasakan ke tidak adilan tersebut. Sungguh saya menjadi kasihan dan ironis ya....


Kekhawatiran saya lebih jauh adalah, tinggal menunggu waktu saja di Indonesia ini untuk terjadinya konflik horisontal yang bersifat detrimental, apabila pemerintah, policy maker atau "elite" tidak cepat2 memulihkan "kesakit hatian" mereka....bagaimana caranya....ikut merasakan sakit hati mereka,, merasakan jeritan mereka...selesaikan satu per satu masalah krusial yang sangat banyak itu, yang sayangnya, sampai sekarang masih saja menggantung, dan sepertinya mereka yang dicurigai sangat bertanggung jawab...tetap saja "lenggang kangkung"......Vox populi Vox Dei, suara rakyat adalah suara Tuhan, kalau rakyat sudah berdoa atas semua kemiskinan dan ketidak adilannya kepada Tuhan....masya Allah, masa iya Tuhan tidak mendengarkan suara hati mereka?

...

Tidak ada komentar: