Sejak tahun 1989 saat penyair Taufik Ismail menuliskan puisinya tentang Palestina keadaan itu belum begitu banyak berubah. Palestina masih saja menjadi ajang kedzaliman Israel dan sekutunya. Tahun ini, saat umat Islam di belahan dunia merayakan tahun baru hijriah, rakyat Palestina di Gaza harus menerima muntahan bom-bom udara yang merengut banayak jiwa tak berdosa. Bahkan PBB-pun mandul untuk memaksa Israel mundur. Dengan hati berduka saya berdoa semoga rakyat Palestina kuat dan tetap semangat untuk memperjuangkan hak-hak mereka dan keadilan suatu hari bisa berarak menang.
Berikut adalah puisi karya Sang Penyair Indonesia Taufik Ismail yang saya bacakan saat mengadakan perayaan Tahun Baru Hijriah 1430.
Palestina, Bagaimana Bisa Aku melupakanmu
Ketika rumahmu diruntuhkan buldozer
Dengan suara-suara gemuruh menderu,
Serasa pasir dan batu bata di dinding kamar tidurku
Bertebaran di pekaranganku, meneteskan peluh merah
Dan mengepulkan debu yang berdarah
Ketika luasan perkebunan jerukmu dan pepohonan apelmu
Dilipat-lipat sebesar sapu tangan
Lalu Tel Aviv dimasukkan
Dalam fail lemari kantor Agraria,
Serasa kebun kelapa dan kebun manggaku
Di kawasan katulistiwa yang dirampas mereka
Ketika kiblat pertama gerek dan kerecaki
Bagai kelakuan reptilia dibawah tanah
Dan sepatu-sepatu serdadu menginjak tumpuan kening kita semua,
Serasa runtuh lantai papan surau
Tempat aku waktu kecil belajar tajwid Al Qur’an
40 tahun silam
di bawahnya ada kolam ikan yang air gunungnya
bening kebiru-biruan
kini ditetesi air mataku
Palestina, bagaiman bisa aku melupakanmu,
Ketika anak-anak kecil di Gaza
Belasan tahun bilangan umur mereka,
Menjawab laras baja dengan timpukan batu cuma,
Lalu dipatahi pergelangan tangan dan lengannya,
Siapakah yang tak menjerit
Serasa anak-anak kami
Indonesia jua yang didzalimi mereka
Tapi saksikan tulang mida mereka yang patah
Akan bertaut dan mengulurkan rantai amat panjangnya,
Pembelit leher mereka, penyeret tubuh si zalim ke neraka
Ketika kusimak puisi-puisi Fadwa Tuqan Samir Al-Qassem, Harun Hashim, Jabra Ibrahim Jabra, Nizar Qabbani dan seterusnya
Yang dibacakan di Pusat Kesenian Jakarta,
Jantung kami semua berdegup dua kali lebih gencar
Lalu tersayat oleh sembilu bambu deritamu,
Darah kami pun memancar ke atas
Lalu menuliskan guratan kaligrafi…
”Allahu Akbar!”
Dan
“Bebaskan Palestina!”
Palestina, bagaimana bisa aku melupakanmu,
Ketika pabrik tak bernama
1000 ton sepakan memproduksi dusta
menebarkannya ke media cetak dan elektronika,
mengoyaki tenda-tenda pengungsi ke padang pasir belantara,
membangkangi resolusi-reolusi majelis-majelis terhormat di dunia
membantai di Shabra dan Shatila,
mengintai Yaseer Arafat dan semua pejuang negeri Anda,
Aku pun berseru kepada khatib
Dan imam shalat Jum’at sedunia:
Doakan kolektif dengan kuat seluruh
Dan setiap pejuang yang menapak di jalan-Nya
Yang ditembaki dan kini dalam penjara
Lalu dengan kukuh kita bacalah
“Laa quwwata illa bi-llah!”
Palestina, bagaimana bisa aku melupakanmu
Tanahku jauh, bila diukur kilometer, jumlahnya beribu-ribu,
Tapi adzan masjid Aqsha yang merdu
Serasa terdengar di telingaku
1989
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar